* Bantah Pernyataan Menteri ESDM
BANDA ACEH - Staf Ahli Gubernur Bidang Ekonomi dan Keuangan, A Rahman Lubis, menyatakan, perpanjangan kontrak PT Medco E&P di Blok A tidak bisa diputuskan secara sepihak oleh pemerintah pusat, melainkan harus melalui kesepakatan bersama dengan Pemerintah Aceh. “Ini sesuai dengan ketentuan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, dan ini bersifat lex specialist,” tegas Staf Ahli Gubernur Bidang Ekonomi dan Keuangan, A Rahman Lubis, kepada Serambi, Rabu (26/8).
Dia menegaskan hal itu untuk menyikapi pernyataan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Purnomo Yusgiantoro, bahwa Pemerintah Aceh telah menghambat perpanjangan kontrak Medco. Purnomo mengatakan, perpanjangan kontrak merupakan otoritas pemerintah pusat sesuai dengan undang-undang migas. “Ke daerah itu hanya konsultasi saja. Kita sudah mengirim surat ke mereka (pemerintah Aceh) agar tidak menghambat,” kata Purnomo seperti dilansir koran ini, Sabtu (22/8).
Menurut A Rahman Lubis, memang tidak salah bila Purnomo berpegangan pada undang-undang migas. Namun itu berlaku secara nasional. Khusus untuk Aceh telah ada undang-undang yang mengatur, yakni UUPA dan ini bersifat lex spicialist (kekhususan atau pengecualian). Dalam UUPA pasal 160 ayat 1, ucapnya, telah jelas diatur bahwa Pemerintah dan Pemerintah Aceh melakukan pengelolaan bersama sumber daya alam minyak dan gas bumi yang berada di wilayah kewenangan Aceh. Terkait perpanjangan kontrak, juga telah dengan tegas dinyatakan dalam pasal 161, bahwa perjanjian kontrak kerjasama antara pemerintah dan pihak lain yang ada pada saat undang-undang ini (UUPA) diundangkan, dapat diperpanjang setelah mendapat kesepakatan Pemerintah dan pemerintah Aceh.
“Nah berdasarkan itu lah, tentang usulan perpanjangan kontrak Medco yang akan berakhir 2011 nanti, kita tidak ingin terjadi hal-hal yang tidak memuaskan rakyat Aceh. Kita ingin, kekayaan alam Aceh dikelola secara baik untuk kemaslahatan rakyat Aceh” tandasnya. Pemerintah Aceh kata dia, pada prinsipnya sangat antusias dan tidak menghambat. “Biasalah dalam dunia bisnis, Aceh tidak mau kecolongan lagi. Jangan sampai yang menerima manfaat orang lain sementara manfaat yang didapat masyarakat Aceh tidak memuaskan,” imbuhnya.
Karena itu, menurut dia, pemerintah pusat juga harus memahami kondisi Aceh. Pemerintah Aceh harus dilibatkan dalam setiap keputusan yang menyangkut pengelolaan sumber daya alam minyak dan gas bumi. “Selama ini banyak pejabat di pusat yang seolah-olah tidak tahu keberadaan UUPA. Pura-pura tidak tahu atau tidak mau tahu,” tukasnya.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Aceh, T Zulfikar, juga mengaku tersinggung membaca pernyataan Menteri ESDM. Menurutnya, yang menghambat itu sebenarnya pusat, bukan Aceh. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Migas contohnya. Sudah hampir empat tahun tak kunjung tuntas.
“Kita sudah tiga kali mengadakan pertemuan membahas persoalan RPP ini, tetapi belum juga ada titim temu,” tandasnya. PT Medco menurut Zulfikar, dalam perpanjangan kontraknya tidak melibatkan Pemerintah Aceh. “Mereka hanya minta rekomendasi ke Gubernur. Kita nggak mau karena sesuai dengan UUPA, kita juga harus dilibatkan,” demikian pungkas Zulfikar.(yos)
0 komentar:
Posting Komentar