Pernyataan Kadistamben Aceh Disanggah
SIGLI - Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Pidie menegaskan, empat dari lima perusahaan tambang yang melakukan eksplorasi (survei awal) batu emas (silica suphide alteration) di kawasan pergunungan Tangse, Mane, dan Geumpang, belum berakhir izinnya. Masa berakhirnya izin keempat perusahaan itu bervariasi. Izin untuk PT Krueng Bajikan Mineral, misalnya, berakhir pada 10 November 2009, PT Bayu Kamona Karya (1 Desember 2009), PT Bayu Nyohoka (30 November 2009), dan PT Parahita Sanu Setia (1 Desember 2009). Sedangkan Magelanik Garuda Kencana justru baru memperoleh izin eksplorasi tanggal 7 April 2009.
“Jadi, bukan Magelanik Garuda Kencana saja yang masih memiliki izin, tapi empat perusahaan tambang lainnya pun masih berlaku izinnya untuk eksplorasi emas. Sampai sekarang mereka masih aktif melakukan eksplorasi di areal eks Miwah, sekitar 23 kilometer dari Kedai Geumpang,” kata Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Pidie, Said Mulyadi SE MSi, melalui Kasi Pertambangan Umum dan Energi, Tarmizi ST MT kepada Serambi, Jumat (28/8), di ruang kerjanya sambil memperlihatkan surat izin keempat perusahaan tersebut. Pernyataan Tarmizi MT itu dia maksudkan menyanggah apa yang sebelumnya disampaikan T Zulfikar, Pelaksana Tugas Kepala
Dinas Pertambangan dan Energi (Plt Kepala Distamben Aceh), kepada Serambi, di Banda Aceh, Rabu (26/8). Bahwa ada lima perusahaan penambang emas yang komit melakukan eksplorasi lokasi kandungan emas di Kecamatan Tangse, Mane, dan Geumpang, Pidie seluas 50.000 hektare (ha). Yaitu PT Bayu Kamona Karya, PT Bayu Nyohoka, PT Krueng Bajikan, PT Magelanik Garuda Kencana, dan PT Parahita Sanu Setia. Tapi, dari lima perusahaan tersebut, kata Zulfikar, hanya PT Megalanik Garuda Kencana yang belum berakhir masa izin eksplorasinya danmasih aktif berkiprah. “Keempat perusahaan lainnya tak lagi aktif sampai masa berlaku izinnya yang tiga tahun habis. Kita minta Bupati Pidie untuk mencabut izin keempat perusahaan tersebut,” kata Zulkifar sebagaimana disiarkan Serambi, Jumat kemarin.
Menanggapi pernyataan T Zulfikar itu, Tarmizi MT menjelaskan bahwa izin keempat perusahaan itu tak boleh dicabut, lantaran izin bagi mereka untuk melakukan eksplorasi belum berakhir. Bahkan, kini keempat perusahaan itu telah mengusulkan surat permohonan perpanjangan izin eksplorasi. Antara lain, PT Bayu Nyohoka mengajukan surat Nomor 196/VI/BN/2009 pada tanggal 15 Juni 2009. Lalu, PT Para Hita Sanu Setia mengirim surat Nomor 195/VI/PSS/2009, tanggal 15 Juni 2009, PT Bayu Kamona Karya surat Nomor 194/VI/BKK/2009, tanggal 15 Juni 2009, dan PT Krueng Bajikan Mineral surat Nomor 197/VI/KBM/2009, tanggal 15 Juni 2009.
“Selama izin tersebut belum berakhir masa berlakunya, mereka tetap diberi hak untuk melakukan eksplorasi. Kecuali perusahaan itu melanggar MoU yang telah disepakati bersama pemkab. Kalau itu terjadi maka Pak Bupati bisa mengeluarkan surat agar perusahaan itu tidak lagi melanjutkan eksplorasi emas di wilayah Pidie,” kata Tarmizi. Dia tambahkan, mengacu kepada Pasal 42 angka 1 Undang-Undang Mineral Nomor 4 Tahun 2009 tentang Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi (IUPE) --dulunya disebut kuasa pertambangan (KP)-- bahwa eksplorasi terhadap logam dan mineral maksimal dilakukan delapan tahun.
“Memang indikasi hasil survei awal bahwa bongkahan batu di lokasi eksplorasi mengandung emas pada tanah yang telah dikapling. Tapi belum tentu eksplorasi yang dilakukan perusahaan itu sampai ke jenjang eksploitasi (produksi), meski perusahaan itu telah mengeluarkan banyak dana. Hal itu tergantung pada hasil sebaran (kandungan emas) nantinya,” kata Tarmizi.
Terima Rp 400 juta
Di sisi lain, kata Tarmizi, Pemkab Pidie telah menerima dana dari lima perusahaan tambang emas Rp 400 juta, sebagai dana jaminan kesungguhan dari perusahaan tersebut. Setiap perusahaan menyetor dana tersebut Rp 100 juta. Tak hanya itu, sambung Tarmizi, Pemkab Pidie juga menerima dana landrent (iuran tetap -red). Pada tahun pertama perusahaan membayar kepada Pemkab Pidie Rp 2.000 per hektare, tahun kedua naik menjadi Rp 2.500 per hektare. “Dana iuran tetap itu dibayar setiap tahun dan setiap tahun pula naik Rp 500 per hektare. Dana iuran tersebut dibayar secara triwulan kepada Pemkab Pidie,” tandas Tarmizi. (naz)
0 komentar:
Posting Komentar