* Dari 34 Izin, Satu yang Serius
Serambi Indonesia 15 Juli 2009
BANDA ACEH - Pejabat Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Aceh menengarai, di antara 34 izin usaha pertambangan (IUP) eksplorasi emas yang sudah dikeluarkan di Aceh dalam tiga tahun terakhir, banyak yang diperjualbelikan kepada pihak ketiga di Jakarta. Itu sebab, dari 34 pemegang IUP, baru satu yang serius dan telah mengurus izin produksi (eksploitasi), yakni PT Multi Mineral Utama yang berlokasi di Kecamatan Manggamat, Aceh Selatan.
“Perusahaan yang lainnya mungkin sedang mencari investor baru atau memperjualbelikan IPU eksplorasi tambang emasnya kepada pihak yang berminat di Jakarta,” ungkap Kabid Pertambangan Mineral, Batu Bara, dan Panas Bumi pada Dinas Pertambangan dan Energi Aceh, Ir Ira Pria Utama kepada Serambi di Banda Aceh, Selasa (14/7) kemarin.
Ira Pria dimintai Serambi penjelasannya tentang berapa jumlah IUP eksplorasi tambang emas yang telah direkomendasikan Gubernur Aceh dan dikeluarkan pemerintah kabupaten/kota di Aceh. Ia menyebut, jumlah IUP emas sejak tahun 2006 hingga 2009 yang dikeluarkan di Aceh sudah mencapai 34 IUP (Lihat tabel). Tapi hanya satu yang kelihatannya serius melanjutkan ke tahap eksploitasi.
Sinyalemen bahwa banyak izin usaha pertambangan emas di Aceh yang diperjualbelikan di Jakarta, menurut Ira, muncul karena banyak orang dari Jakarta yang menanyakan kembali ke Distamben Aceh apakah rekomendasi IUP dan peta areal lokasi tambang emas atau bahan tambang lainnya yang dulu dikeluarkan, katakanlah, untuk perusahaan A, benar diterbitkan oleh Distamben Aceh.
Konfirmasi dari pihak nonpenerima IPU itu, ungkap Ira, terjadi hampir setiap bulan, baik yang datang langsung ke Kantor Distamben Aceh maupun melalui telepon. “Fakta ini mengindikasikan, sejumlah perusahaan dan pengusaha yang telah mendapat IUP eksplorasi tambang emas dan bahan tambang lainnya dari pemerintah kabupaten/kota dan Pemerintah Aceh, kurang modal atau hanya berstatus sebagai broker pengurus izin usaha eksplorasi pertambangan bahan mineral, bukan sebagai seorang investor tambang emas yang sesungguhnya,” tukas Ira.
Selain emas, ungkap Ira, IPU bahan tambang lainnya seperti bijih besi, batu bara, tembaga, timah hitam atau galena, mangan, dan pasir besi, banyak juga yang sudah diterbitkan. Tapi yang telah berproduksi masih sangat sekali, atau baru sekitar sepuluh perusahaan dari 92 yang telah diterbitkan IPU-nya.
Kondisi di atas terjadi, menurut Ira, disebabkan banyak faktor. Misalnya, terbatasnya dana operasional yang dimiliki pelaku bisnis tambang, , tidak miliki kepala teknik tambang, investasi di sektor pertambangan emas dan mineral lainnya berisiko tinggi, di samping kewajiban yang harus dipenuhi cukup banyak.
Sedangkan kendala di pihak aparatur pemerintah, ungkap Ira, ruwetnya peraturan pertambangan, berbelitnya prosedur perizinan, sulitnya pembuatan peta, minimnya tenaga ahli, serta belum terbentuknya lembaga/instansi yang mengurus masalah tambang di daerah, sehingga tidak segera terjadi pembinaan dan pengawasan yang semestinya.
Kecuali itu, ungkap Ira, ada juga izin yang diterbitkan tanpa rekom gubernur, tumpang tindih lahan, konflik lahan, jual beli IUP, ancaman kerusakan lingkungan, dan lainnya. Untuk mengatasi masalah yang kompleks tersebut, Distamben Aceh segera melakukan evaluasi dan sudah membuat solusinya. Antara lain, dengan cara penguatan sumber daya manusia dan kelembagaan, pengetatan penerbitan IUP, dan penegakan kepastian hukum pertambangan.
Revisi qanun
Terkait dengan regulasi peraturan pertambangan, Ira mengatakan, Distamben Aceh dalam tahun ini akan mengusulkan revisi Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2002 tentang Pertambangan. Revisi itu dimaksudkan untuk menyesuaikannya dengan isi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) dan perkembangan usaha pertambangan bahan mineral yang akan terjadi ke depan.
Revisi Qanun Pertambangan itu, menurutnya, sudah sangat mendesak, apalagi minat orang dari luar untuk mengolah bahan tambang emas dan mineral lainnya di Aceh sangat tinggi. Buktinya, di lokasi tambang emas rakyat Gunong Ujeuen, Aceh Jaya, yang telah ditutup pemkab setempat, para penambangnya dan pengolah emasnya justru banyak dari luar Aceh. Misalnya dari Bengkulu, Riau, Batam, Pulau Jawa, dan lainnya. Bahkan terakhir, sembilan warga negara Cina ditahan polisi, karena diduga ikut melakukan penambangan emas secara ilegal di lokasi tersebut. Mereka mengaku sebagai karyawan PT Boswa Megalopolis yang bergerak di bidang perkebunan sawit.
Terkait dengan masalah itu, Ira menegaskan bahwa PT Boswa tidak memiliki IUP eksplorasi maupun eksploitasi tambang emas. Oleh karena itu, sudah sangat tepat jika polisi setempat menangkap sembilan warga negara Cina yang melakukan penambangan emas di kawasan Gunong Ujeuen yang sebagiannya termasuk lahan HGU PT Boswa itu.
Ira menjelaskan, jika ke-92 IUP dari berbagai jenis mineral dan bahan tambang yang telah dikeluarkan kabupaten/kota dan pemerintah provinsi itu perusahaannya berproduksi, maka penerimaan Pemerintah Aceh dan kabupaten/kotanya dari sektor pertambangan mineral akan sangat tinggi. Bahkan berdasarkan luas areal yang ada sekarang ini, jika dikalkulasikan bisa menghasilkan iuran tetap Rp 7,4 miliar.
Kecuali itu, sebut Ira, daerah juga bisa menerima iuran produksi yang besarnya sekitar 3 persen dari nilai bahan tambang yang diproduksi. Contohnya, untuk dua perusahaan bahan tambang batu bara dan bijih besi atau pasir besi, setahun bisa menghasilkan iuran produksi untuk daerah sekitar Rp 19 miliar. Karena itu, pihaknya segera menyampaikan revisi Qanun Pertambangan Aceh kepada DPRA untuk dibahas bersama dan sedapatnya disahkan pada tahun ini juga.
Sebab, dengan direvisinya qanun tersebut, maka berbagai kendala di lapangan yang belum diatur solusi penyelesaiannya dalam Qanun Nomor 12 Tahun 2002 itu, maka masalahnya bisa segera diselesaikan. Sekarang ini, seperti diakuinya, banyak perusahaan yang setelah mendapat IUP eksplorasi tidak dengan segera melanjutkan kegiatannya ke tingkat eksploitasi (produksi). “Kondisi ini sangat merugikan daerah,” tukas Ira. (her)
Izin Usaha Penambangan (IUP) Tambang Emas yang Telah Diterbitkan
NO | Nama Perusahaan | Luas Areal | Lokasi
1 | PT Dairi Prima Mineral | - | -
2 | PT Woyla Aceh Mineral | 24.260 Ha | Pidie dan A Barat
3 | PT Askatindo Karya Mineral | - | -
4 | PT Amsya Lyna | 10.000 Ha | Pidie dan A Barat
5 | PT Bayu Komana Karya | 10.000 Ha | Pidie
6 | PT Bayu Nyohoka | 10.000 Ha | Pidie
7 | PT Parahita Sanu Setia | 10.000 Ha | Pidie
8 | PT Mineral Kecana Mandiri | 10.000 Ha | Aceh Barat
9 | PT Mulia Kencana Mandiri | 10.000 Ha | Aceh Barat
10 | PT Aceh Kencana Mandiri | 10.000 Ha | Aceh Barat
11 | PT Lestari Kencana Mandiri | 10.000 Ha | Aceh Barat
12 | PT Gold Mine Sejati | 9.767 Ha | Aceh Tengah
13 | PT Kencana Mineral Mulia | 9.803 Ha | Aceh Tengah
14 | PT Mandiri Kecana Mineral | 9.659 Ha | Aceh Tengah
15 | PT Mandiri Kencana Mineral | 9.541 Ha | Aceh Tengah
16 | PT Tradisi Tira Kencana | 9.924 Ha | Aceh Tengah
17 | PT Saran Kencana Mineral | 9.914 Ha | Aceh Tengah
18 | PT Sari Gold Murni | 8.945 Ha | Aceh Tengah
19 | PT Citra Kencana Mineral | 8.438 Ha | Aceh Tengah
20 | PT Sarana Kencana Mineral | 9.212 Ha | Aceh Tengah
21 | PT Tambang Emas Cemerlang | 10.000 Ha | Nagan Raya
22 | PT Gold Mine Sejati | 10.000 Ha | Nagan Raya
23 | PT Emas Mineral Murni | 10.000 Ha | Nagan Raya
24 | PT Kencana Murni Mineral | 10.000 Ha | Nagan Raya
25 | PT Kencana Mineral Mulia | 10.000 Ha | Nagan Raya
26 | PT Sari Gold Murni | 10.000 Ha | Nagan Raya
27 | PT Multi Mineral Utama | - | Aceh Selatan
28 | Pertambangan Rakyat | - | Nagan Raya
29 | East Asia Mineral Corp | - | Gayo Lues
30 | PT Citra Kencana Mineral | - | -
31 | PT Kindai Bumi Sejahtera | - | Aceh Tengah
32 | PT Tradisi Tira Kencana | - | Nagan Raya
33 | PT Bayu Komona | - | Pidie
34 | PT Magellanic Garuda Kencana| - | Pidie dan A Barat
Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Aceh
1 komentar:
:))
Posting Komentar