Dampak Penambangan Emas
Serambi, 7 Desember 2009
BANDA ACEH - Fantastis! Barangkali, kata-kata inilah yang tepat untuk melukiskan jumlah perputaran uang di Aceh Jaya, yang berkisar antara Rp 2-5 miliar setiap harinya. Besarnya perputaran uang ini terjadi selama hampir satu tahun terakhir, setelah Gunong Ujeuen yang bebatuannya mengandung bijih emas, dijadikan sebagai kawasan penambangan rakyat.
Bupati Aceh Jaya, Azhar Abdurrahman, bersama sejumlah staf yang melakukan kunjungan silaturrahmi ke Redaksi Serambi Indonesia, di Banda Aceh, Kamis (3/12) pekan lalu, mengungkapkan bahwa berbagai sektor perekonomian rakyat yang nyaris hancur total pascatsunami 2004 lalu, kini perlahan-lahan sudah mulai berdenyut kembali.
Berkah terbesar pascabencana dahsyat itu, kata Bupati Azhar Abdurrahman, adalah ditemukannya kandungan logam mulia berupa bijih emas dan mineral lainnya, yang melekat dalam bebatuan di kawasan Gunong Ujeuen, di Dusun Geuni, Desa Panggon, Kecamatan Krueng Sabee, Aceh Jaya. “Sekarang ini, setiap harinya tidak kurang dari 1.000 warga melakukan penambangan emas secara manual, di kawasan Gunong Ujeuen itu,” katanya.
Di hadapan Pemimpin Umum H Sjamsul Kahar dan Pemimpin Perusahaan Mohd Din, serta sejumlah staf redaksi Serambi lainnya, Bupati Azhar Abdurrahman memaparkan bahwa pihaknya sudah mengajukan izin eksploitasi penambangan emas itu kepada Pemerintah Aceh. Tapi izin tersebut hingga kini belum kunjung dikeluarkan. “Kita mengharapkan dengan adanya izin ini, tentunya akan ada pemasukan pula untuk kas daerah,” ujarnya.
Soal perputaran uang yang berkisar antara Rp 2-5 miliar per hari, Bupati Azhar Abdurrahman mengatakan, sekarang ini banyak pedagang emas dari luar daerah datang langsung ke lokasi penambangan di Gunong Ujeuen. “Dampaknya, berbagai pedagang lain, seperti penjual minyak solar, pedagang makanan dan berbagai kebutuhan lainnya yang kini menjamur di sekitar lokasi penambangan emas itu, ikut kecipratan rezeki pula,” katanya.
Dia juga menguraikan sejarah ditemukannya kandungan bijih emas di kawasan Gunong Ujeuen tersebut, yang menurutnya sudah diketahui sejak lama berdasarkan hasil survei. Tapi, karena kandungan emas yang ada di kawasan itu tidak cukup layak untuk dieksploitasi dalam skala penambangan besar, akhirnya dibiarkan begitu saja. “Potensi kandungan bijih emas tidak hanya di Gunong Ujeuen saja, tapi juga terdapat di sejumlah lokasi lainnya di Aceh Jaya,” urainya.
Ditambahkannya, selain Gunong Ujeuen, potensi ekonomi lainnya yang selama ini menjadi andalan pemasukan bagi Pemkab Aceh Jaya adalah dari sektor perkebunan, pertanian, gua sarang burung walet, dan galian C. “Pemkab Aceh Jaya, terus mencari dan mengupayakan pemasukan dari sektor-sektor lainnya, termasuk proses-proses perizinan, yang hingga kini belum tergarap secara maksimal,” pungkas Bupati Azhar Abdurrahman.
Skala kecil
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Aceh, T Zulfikar, yang dihubungi Serambi secara terpisah, Minggu (6/12) kemarin, mengatakan kawasan Gunong Ujeuen yang tanah dan bebatuan yang dikandungnya terdapat bijih emas dan jenis mineral lainnya, sangat layak dikembangkan untuk penambangan skala kecil (PSK) atau penambangan emas rakyat.
“Namun, supaya wilayah itu tidak menjadi areal tambang emas yang bisa membawa malapetaka dan bencana di kemudian hari atas pencemaran merkurinya dan kerusakan lingkungan, maka para penambang emas rakyat itu perlu diberi wadah usaha, seperti koperasi atau lainnya, agar menjadi penambang yang profesional dan ramah lingkungan,” kata Zulfikar.
Dalam UU Nomor 4 tahun 2009, tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, sebut Zulfikar pertambangan sekala kecil (PSK) untuk rakyat memang telah di atur, bahkan untuk mencegah pertambangan liar atau ilegal seperti yang terjadi di Dusun Geuni, Desa Panggon, Kecamatan Krueng Sabee, Kabupaten Aceh Jaya, sebelumnya, Presiden telah mengeluarkan instruksinya Nomor 3 tahun 2000 tentang Koordinasi Penanggulangan Masalah Pertambangan Tanpa Izin.
Intruksi presiden itu, kata Zulfikar memerintahkan Menteri Pertambangan dan Energi, Mendagri, Menperindag, Menteri Hukum dan HAM, Menkeu, Menteri Tenaga Kerja, Menteri Kehutanan dan Perkebunan, Menteri Kesehatan, Meneg KLH, Menteri Negara Otonomi Daerah, Menkop dan UKM, Jaksa Agung, Kapolri, Gubernur dan Bupati, melakukan upaya-upaya penanggulangan masalah dan penertiban serta penghentian segala bentuk kegiatan pertambangan tanpa izin, secara fungsional dan menyeluruh sesuai tugas dan kewenangannya masing-masing.
Dalam intruksi presiden itu, kepada gubernur dan bupati, presiden memerintahkan membentuk tim terpadu daerah untuk melaksanakan koordinasi dengan tim terpadu pusat dan seluruh instansi terkait di daerah masing-masing dalam melaksanakan program penanggulangan masalah pertambangan tanpa izin.
Wadah koperasi
Sementara itu, Kasi Pengusahaan Pertambangan Mineral, Batubara dan Panas Bumi Distamben Aceh, Ir Mahdinur, yang ditunjuk sebagai Ketua Tim Peneliti Sumber Potensi Emas di Gunung Ujeuen, Aceh Jaya mengatakan, masyarakat yang menambang emas kawasan itu perlu diberi satu wadah usaha kelompok seperti koperasi. “Dengan adanya wadah kelompok koperasi itu, para penambang itu bisa bersatu untuk membiayai kegiatan penambangan emasnya secara benar,” katanya.
Dia menilai penambangan rakyat yang dilakukan secara manual di kawasan Gunong Ujeuen, di Kabupaten Aceh Jaya itu, masih jauh apa yang diharapkan oleh pemerintah. Bahkan, apa yang dilakukan warga sekarang bukan saja sangat berbahaya bagi para penambangnya, tapi juga dikhawatirkan bisa merusak lingkungan. “Penggunaan zat kimia mercury (air raksa) yang berlihan untuk menjaring bijih emas, bisa mencemari sumber air dan merusak lingkungan,” katanya.
Karena itu, untuk mengcegah terjadinya malapetaka yang lebih besar ke depan, kata Mahdinur, perlu dilakukan penetapan wilayah areal pertambangan yang diusulkan oleh Bupati Aceh Jaya selaku kepala Pemkab setempat. “Usulan terebut diajukan kepada Gubernur selaku Kepala Pemerintahan Aceh untuk dikeluarkan SK penetapan areal atau wilayah penambangan emas rakyat,” katanya.
Untuk pengamanan dari berbagai kemungkinan yang tidak diinginkan, terkait proses eksploitasi dan penambangan emas rakyat di Gunong Ujeuen, kata Mahdinur, dalam RAPBA 2010 mendatang pihaknya akan mengusulkan anggaran untuk pilot proyek tata cara pertambangan emas rakyat yang benar. “Untuk satu paket akan menghabiskan anggaran sekitar Rp 250-500 juta, tiga paket sekitar Rp 1,5 miliar,” katanya.
Pilot proyek ini sangat penting bagi upaya melindungi masyarakat dan kelestarian lingkungan setempat, selama dan setelah proses eksploitasi berakhir pada 10 atau 20 yang akan datang. “Program ini telah diterapkan di lokasi pertambangan emas rakyat di Kalimantan dan Sulawesi,” pungkas Kasi Pengusahaan Pertambangan Mineral, Batubara dan Panas Bumi Distamben Aceh itu.
0 komentar:
Posting Komentar